Dengan struktur tanah yang cenderung rapuh dan luruh, lokasi
bendungan Jatigede tidaklah cukup tepat dan tidak menjamin keselamatan
dan keberlanjutan pembangunan. lagipula kawasan Priangan Timur pun
semakin sering dilanda gempa, tanah retak, longsor. Sebagai bagian Ring
of Fire yang semakin aktif, lempeng Euroasia-Australia yang rentan
sudah bertahun2 belakangan memicu banyak gempa dan tsunami.
Waduk
yang dirancang terbesar kedua nasional ini berada di lokasi rawan
gempa. Hasil penelitian Ir. Sobirin dari DPKLTS menunjukkan titik
bendungan terletak di zona pusat gempa (episentrum)
Purwakarta-Subang-Majalengka-Kuningan-Bumiayu, tepatnya di wilayah sesar
pada koordinat 108o5’45”BT & 6o51’30”LS. Gempa bumi sudah digenapi
pada 1912 dan 1990. Masalahnya, pembangunan bendungan besar di dekat
episentrum justru akan memicu gempa bumi. Hal ini sudah disepakati di
China ketika gempa Sichuan terjadi pada 2008, penelitian dan perdebatan
ilmiah selanjutnya membuktikan gempa yang menewaskan minimal 69.000
orang tersebut dipicu oleh bendungan Zipingpu dekat episentrum di Sungai
Min, anak Sungai Yangtze.
Namun kemajuan ekonomi global China
tampaknya membutakan mata pemerintah Idnoensia terhadap resiko bencana
ekologis tersebut hingga Jusuf Kalla pada 2007 berkunjung ke Bendungan
Tiga Ngarai, menorehkan tandatangannya “Congratulations!” pada diorama
BTN dan membuat siaran pers ‘bergurulah sampai ke negeri China’.
Sebaliknya,
pemerintah INDonesia dan China cukup ambisius merancang untuk
membangun waduk setinggi 200m yang memuat 1 juta m3 air untuk irigasi
90.000m daerah hilir Ciayumajakuning dan listrik 110MW untuk
interkoneksi Jawa-Bali.Alih2 mendapat irigasi yang teratur, seandainya
waduk jebol, masy Ciayumajakuning akan terbanjiri limpahan air sebanyak
8 kali jebolan Situ Gintung. Sementara selama periode bencana mulai
dari gempa Tasikmalaya September 2009 sampai Situ Gintung, Gunung
Merapi dan berbagai bencana longsor gempa kecil2an, belum terbukti
komitmen dan kesigapan pemerintah dalam mengupayakan pemulihan kondisi
korban rakyat dan rumah terdampak. Sebagai Ring of Fire yang semakin
aktif saat ini, fakta geologis wilayah waduk Jatigede perlu disikapi
dengan serius, dan pemerintah tidak sepantasnya menafikan potensi
bencana ekologis, social dan ekonomi yang mengerikan. Bahkan pihak
Sinohydro Corp, konsorsium perbankan dan pemerintah China yang memiliki
andil besar di dalam proyek ini juga tidak dapat memberi jaminan bahwa
bencana multidimensi skala besar tidak akan terjadi.
Sekalipun
terkenal sebagai bendungan terbesar sedunia, BTN juga bereputasi
sebagai ‘the most disastrous dam’ (bendungan yang paling membawa
bencana). Semakin ke sini, kontroversi internasional atas BTN semakin
menuai kritik, baik di China sendiri maupun di dunia Barat, karena
bencana social dan erosi DAS Yangtze meningkat dan menyebabkan
pertambahan jutaan orang harus pindah darinya. Namun pemerintahan SBY
rezim neoliberal tampaknya sudah bertekad mempertaruhkan keberlangsungan
tanah Jabar demi pertumbuhan ekonomi dan investasi dalam meningkatkan
peran serta Indonesia dalam globalisasi.
Masalah klasik
kegagalan bendungan di Inodnesia adalah rusaknya DAS yang menyebabkan
erosi dan sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan bendungan sehingga
tidak akan terjadi pengairan yang lancar sepanjang musim ataupun tenaga
potensial listrik yang besar. Kerusakan DAS Cimanuk versiDPKLTS 45%
dan menurut hitungan adat Sunda 75%, ditambah potensi erosi Cimanuk
yang tinggi. Jatigede tidak akan sukses sebagai bendungan besar, namun
sebagai bendungan kedua terbesar nasional akan mengikuti jejak
rendahnya kinerja bendungan terbesar nasional, Waduk Jatiluhur dengan
prestasi bray-pet dalam pelayanan energi listriknya.
Di era
pemanasan global, justru 1200 ha lahan hutan perawan (diperoleh dalam
sengketa dengan dephut), pun harus dikorbankan. Juga proses konstruksi
saat ini sudah menambah getaran dan kerapuhan tanah Priangan Timur, dan
sudah bersiap-siap mengusir setidaknya 12.000 keluarga dari 5
kecamatan sejumlah kurang lebih 50.000 manusia ke tempat yang hingga
saat ini tidak ada yang tahu, termasuk pemeritnah dan mereka sendiri,
yang berarti proses pemiskinan. Ironis, karena lahan yang mereka
tinggali saat ini, adalah lahan subur yang berpotensi untuk menjadi
lumbung beras terbaik se-Jabar. Tanpa dilirik pemerintah pun, warga
mengaku tidak pernah gagal panen, dengan kualitas bulir padi yang lebih
baik dari produksi tanah Karawang. Seandainya saja pemerintah mau
berhenti sejenak untuk merenungkan potensi lahan yang akan
ditenggelamkan untuk waduk spekulatif ini sebagai lumbung pangan Jabar.
Di
atas semuanya, sesungguhnya satu bencana sedang berlangsung sebagai
dampak proyek tersebut, yaitu hutang triliunan rupiah yang dibuat antara
pemerintah Indonesia dan pemerintah China, dimulai dengan US$239,5
juta dan bertambah terus hingga kini konsorsium perbankan China
mendirikan kantor perwakilan di wilayah proyek. Buruknya prestasi
bendungan dalam sejarah Indonesia dan potensi gagalnya operasi Jatigede
akan menimpakan beban pembayaran hutang, bunga dan dendanya ke pundak
masyarakat Jabar dan Indonesia sebagai pembayar pajak.Di era demokrasi
ini, pemerintah harus mempertanggungjawabkan semua potensi
keberhasilan, resiko kegagalan dan dampak pembangunan waduk Jatigede.
Sesuai Keputusan Kepala BAPEDAL no. 08/2000, setiap pemrakarsa proyek
harus berkonsultasi kepada masyarakat bahkan sebelum menyusun ANDAL
(Analisa Dampak Lingkungan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar